Translate

Rabu, 29 April 2020

TEORI BTS - HYYH The Note Her ( Yoongi )

25 Juni, Tahun 20
Aku mendorong pintu itu sampai terbuka. Aku membuka laci terakhir dari meja belajar itu, mengeluarkan sebuah amplop dari dalam sana. Ketika aku membalik amplop itu, terdengar suara tuts piano yang jatuh ke lantai. Setelah beberapa saat, aku membuang tuts piano yang sudah ku bakar itu ke tong sampah. Kemudian aku berbaring. Detak jantung dan napasku tidak beraturan. Ada bekas arang di tanganku yang aku tak tahu bagaimana bisa ada bekas itu.
Aku kembali ke rumah yang menjadi lebih berantakan setelah pemakaman. Aku masuk ke kamar ibuku, piano itu sudah terbakar disana. Aku duduk setelah berpikir beberapa saat. Cahaya matahari siang itu menyinari melalui jendela. Aku duduk disana untuk menghabiskan waktu. Setelah beberapa sinar matahari terlewatkan, tuts piano itu seperti bergerak. Aku mengingat berapa kali ibuku pernah menekan tuts piano itu. Oleh karena itu, aku mencabut satu tuts piano untuk kusimpan di dalam saku celanaku.
Setelah 4 tahun, rumah ini selalu sepi dan senyap. Kesunyian ini bisa membuat orang jadi gila. Setelah ayah tidur pukul 10 malam, semuanya terasa lebih sunyi lagi, bahkan mencekam. Inilah peraturan di rumah ini. Aku lelah hidup dalam kesunyian. Tidak mudah untuk mengikuti semua peraturan ini, tapi bahkan lebih sulit lagi karena aku harus tinggal di rumah ini. Mengambil dompet ayah, makan malam bersama ayah, mendengarkan omelannya. Setiap kali aku beradu pendapat dengan ayah, aku berpikiran untuk meninggalkan ayah. Kabur dari rumah dan tinggal sendirian. Tapi aku tidak punya keberanian.
Aku bangun dari tempat tidur dan memungut kembali tuts piano yang ku buang di tong sampah tadi. Aku membuka jendela dan merasakan angin malam. Apapun yang terjadi hari ini sama seperti angin malam yang berhembus dan menampar wajahku. Dengan seluruh kekuatan yang kumiliki, aku melempar tuts piano itu melewati udara yang dingin.
Sudah 10 hari sejak terakhir kali aku masuk sekolah. Kudengar aku akan dikeluarkan dari sekolah. Meskipun aku tidak ingin, tapi sepertinya aku akan diusir dari sekolah.
Aku tidak tahu apakah telingaku sudah tuli, aku tidak mendengar suara tuts piano yang kulempar itu membentur tanah.
Tak peduli berapa lama waktu akan berganti, piano ini tidak akan menghasilkan suara lagi. Karena aku tidak akan pernah bermain piano lagi.
7 April, Tahun 22
Aku menghentikan langkahku saat aku mendengar suara piano yang tidak beraturan. Di area yang terbuka ini, aku bisa mendengar suara kobaran api. Aku mulai terhuyung-huyung karena aku sedikit mabuk. Beberapa hal mulai muncul di pikiranku saat aku menutup mataku. Kobaran api, suara piano, udara malam, semuanya tidak jelas.
Tiba-tiba aku mendengar suara siulan. Beberapa mobil melewatiku dengan liar. Ada cahaya di depan. Angin berhembus saat mobil itu melaju disampingku. Tubuhku gemetar karena aku masih mabuk. Aku bisa mendengar suara makian si pengemudi mobil. Aku ingin kembali memaki, tapi tiba-tiba aku sadar bahwa suara piano yang ku dengar sebelumnya sudah hilang. Diantara suara hembusan angin, kobaran api, dan mobil yang melaju, aku tidak medengar suara piano. Mengapa suara piano itu berhenti? Dan siapa yang memainkan piano itu?
Kobaran api itu menghilang dalam kegelapan. Aku menatap pemandangan itu dengan kosong. Aku mengepalkan tanganku dan memukul piano itu. Pada saat itu, aku merasakan darahku berhenti mengalir dan aku tidak bisa bernapas dengan baik. Suara ini seperti suara yang ada dalam mimpi burukku.
Setelah itu, aku berlari. Bukan pikiranku, tapi tubuhku. Aku pergi ke toko instumen musik. Aku tidak tahu, tapi aku merasa kejadian ini terus berulang-ulang. Rasanya aku lupa apa yang perlu kulakukan.
Jendela di toko musik itu pecah, siapa yang duduk di kursi piano itu? Meskipun sudah bertahun-tahun terlewati, aku masih menangis setiap kali aku mengingat hal ini.
Aku tidak ingin berhubungan dengan siapapun. Aku tidak ingin mengobati rasa kesepian siapapun. Aku tidak ingin menjadi arti tertentu bagi siapapun. Aku tidak memiliki kepercayaan diri untuk tetap berada disisinya. Aku tidak ingin menyakiti siapapun.
Perlahan aku melangkahkan kakiku. Aku ingin berbalik dan pergi, tapi secara tidak sadar aku bergerak mendekati suara piano yang salah itu. Jungkook mengangkat kepalanya dan melihatku seraya berkata, 'hyung'.
Ini pertama kalinya kami bertemu lagi setelah aku dikeluarkan dari sekolah.
8 Juni, Tahun 22
Aku membuka kaos ku. Pantulan diriku di cermin tidak melihatku. Kaos oblong dengan tulisan 'Dream' tidak cocok dengan style ku. Warna merah, dengan tulisan 'Dream', aku tidak suka. Karena aku terlalu mengganggu. Aku mengeluarkan sekotak rokok dan mencari pemantiknya. Karena aku tidak menemukannya di saku celana, aku mencari ke dalam tasku. Perempuan itu terkejut dan mengambil alih pemantikku. Dia melemparkan sebuah lolipop dan kaos ini untukku
Aku bangkit dari duduk ku sambil menggaruk kepala. Ada suara pesan masuk dari handphoneku. Melihat tiga nama itu di layar handphone membuatku merasa terbebani. Setelah mengonfirmasi apa yang terjadi, aku membelah dua rokok ku. Beberapa saat kemudian, diriku yang memantul di cermin tertawa. Apa bagusnya menggunakan kaos merah bertuliskan 'Dream'? Aku tertawa seperti orang bodoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar