25 Februari, Tahun 21
Aku tidak bisa memalingkan wajahku dari cermin di tempat latihanku. Aku bisa merasakan kebebasan dari pandangan dunia dan diriku sendiri. Aku menggerakkan tubuhku mengikuti irama musik, membiarkan jiwaku merasuki tubuh ini. Selain itu, tidak ada yang lebih penting.
Pertama kali aku menari adalah sekitar umur 12 tahun. Aku menarik perhatian teman sekelasku saat aku tampil di panggung. Aku bisa ingat dengan jelas tepukan tangan dan sorak sorai yang mereka berikan kepadaku. Itulah pertama kalinya aku merasa senang saat menari.
Kebahagiaan itu bukan berasal dari tepukan tangan penonton, melainkan dari dalam diriku sendiri. Diriku yang ada di cermin menanggung banyak hal. Aku harus tersenyum meskipun aku tidak suka, bahkan ketika aku sedih. Dan aku pingsan entah dimana setelah meminum obat yang tidak berguna.
Oleh karena itu, aku tidak bisa meninggalkan diriku yang sedang menari itu. Aku menyambut setiap momen saat aku berhasil melakukan sesuatu, terbang meninggalkan segala beban. Aku percaya aku akan bahagia.
15 September, Tahun 20
Ibunya Jimin masuk ke ruang ICU. Setelah dia memastikan ada nama Jimin di sisi tempat tidur itu, aku memegang bahu Jimin. Haruskah aku menjelaskan padanya mengapa Jimin bisa dibawa ke ICU? Atau haruskah aku menjelaskan penyakit Jimin kambuh saat di halte bus tadi? Meskipun aku merasa ragu, aku tetap mengulurkan tangan. Ibunya Jimin menatapku sebentar. Aku tidak tahu kenapa aku merasa malu. Ibunya Jimin mengatakan 'terimakasih', kemudian ia berbalik.
Ibunya Jimin menatapku lagi saat dokter dan suster datang untuk mengeluarkan Jimin dari ICU. Aku mencoba membantu, tapi ibunya Jimin mendorong bahuku dengan pelan sambil berkata 'terimakasih'. Dia seperti berusaha memisahkan aku dan Jimin. Tiba-tiba seperti ada hubungan kasat mata antara aku dan ibunya Jimin. Hubungan itu jelas, kuat, dan dingin. Hubungan yang tidak bisa kulewati. Aku sudah tinggal dan hidup di panti asuhan selama 10 tahun.
Aku panik, aku berjalan mundur dan tersandung. Ibunya Jimin hanya memandangiku. Walaupun dia adalah wanita yang cantik, bayangannya sangat gelap dan dingin. Bayangan itu menutupiku.
Ketika aku melihat sekeliling, tempat tidur Jimin sudah dikeluarkan dari ICU.
Sejak hari itu, Jimin tidak pernah datang ke sekolah lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar